iklan

Kamis, 19 Juli 2012

Kisah Batu Magis dari Batusangkar



Batu Angkek di Batusangkar (Foto: Okezone/Rus Akbar)BATUSANGKAR - Bentuknya mirip
 punggung kura-kura dengan 
diameter 50 sentimeter. Bagian 
dalam berwarna hitam dan di tengahnya
 terdapat lubang kecil. Bagian belakang 
berwarna kuning tembaga bertulis “Allah” 
dan “Muhammad”. Itulah batu angkek-angkek 
(angkat) yang konon bisa meramal nasib, rejeki, sampai ke hal-hal perjodohan.


Batu angkek-angkek terletak Nagari Tanjuang, Kecamatan Sungayang,
Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Batu tersebut diyakini memiliki 
daya magis. Kalau ada yang berhasil mengangkat, maka bertanda
 keinginan seseorang itu akan tercapai. Tapi kalau batu tersebut 
tak bisa diangkat, maka keinginannya tak akan tercapai. Di situlah
 daya magis batu yang tidak memiliki berat tetap itu.

Benda sakral itu terletak di dalam rumah gadang berukuran 4x16 meter 
milik warga Suku Piliang. Rumah gadang itu sudah berusia 104 tahun.

Alpi Putra (40), generasi ke-8 Datuak Bandaro Kayo, penemu batu
 tersebut. Alpi menceritakan keanehan yang terjadi saat menemukan batu tersebut.

Suatu malam, Datuak Bandaro Kayo yang juga Kepala Suku Piliang, 
bermimpi bertemu dengan Syech Ahmad. Datuak diperintah untuk 
mendirikan sebuah kampung yang diberi nama Palangan. Dia juga 
diminta membangun rumah gadang di lokasi tertentu.

Datuak pun kemudian mengumpulkan anggota suku dan menyampaikan
 kabar mimpinya. Setelah disepakati, akhirnya warga Piliang mendirikan
 rumah gadang. Namun apa yang terjadi, saat batagak tonggak tua
 (pemancangan tonggak utama), gempa dasyat terjadi disertai petir 
serta angit berubah gelap. Kejadian itu berlangsung selama 14 hari.

Warga suku bingung dan cemas. Tak lama setelah itu terdengar 
suara dari lubang tempat pemancangan tonggak utama. Suara itu 
berbunyi permintaan agar warga mengeluarkan benda dari lubang tersebut.

Datuak Bandaro Kayo pun mengumpulkan kembali warganya untuk 
mengambil benda di dalam lubang. Akhirnya, baru mereka ketahui 
penyebab mengapa tonggak tidak bisa dipancang serta bencana 
selama 14 hari. Setelah batu diangkat, bencana pun berhenti.

“Sebenarnya ada dua batu, hanya saja pasangannya tidak bisa 
dikeluarkan, Sebab setiap menggalinya batu itu terus amblas ke dalam, 
akhirnya memutuskan pasangan 
batu itu dibiarkan saja di dalam tanah,” tutur Alpi kepada Okezone.

Setelah batu itu diangkat barulah pemacangan 
tonggak utama itu bisa dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar